My dearest Reza…
Biarlah tulisan ini menjadi puncak
kesedihan yang aku pendam beberapa hari terakhir, kupikir mudah melewati hari
dengan tidak tinggal dan hidup bersamamu. Seperti katamu, kita pernah melakukan
ini sebelumnya. Sebelum akhirnya kita memilih satu atap untuk menuju tahap
pengenalan selanjutnya. Entah sudah berapa jumlah sks yang kamu beri, pelajaran
lainnya, bukan hanya tentang cinta saja. Aku belajar bertanggungjawab, belajar
menunggu, belajar sabar, belajar komunikasi dengan baik tentunya.
Lima bulan yang berhasil membuatku
yakin bahwa kamu orang yang tepat untuk aku percaya. Orang yang aku percaya
untuk menjadi tempat singgah dengan sungguh. Dan berhasil menjadi salah satu alasan bahwa aku harus
tetap hidup untuk bisa bersamamu.
Maaf aku terlalu cengeng, tapi kamu
paham betul aku tidak cukup pandai menyembunyikan perasaanku. Sampai detik ini,
aku masih berusaha menahan tangis perpisahan. Tidak, tidak, aku paham kita
hanya kembali ke rumah masing-masing, tapi kau tau? Dadaku sesak, iya masih
sesak, mengingat malam ini aku tidak lagi tidur di sampingmu, dan kamu tidak
lagi memelukku dari belakang saat aku tertidur. Memang, kita tidak selalu mesra,
ada kala ribut-ribut kecil karena cemburu, tapi bisa kita atasi. Ada juga
perasaan kesal saat menunggumu pulang, tapi tetap saja aku senang saat melihat
kamu berdiri di ambang pintu.
Aku tidak punya kekuatan banyak
untuk terus bersedih, aku masih berusaha untuk menerima. Tapi aku punya banyak
harapan padamu, pada kita. Aku juga bisa menjamin, tidak ada perasaan yang
berkurang sedikitpun karena kita tidak lagi seatap. Perasaan ini malah terasa
tumbuh subur, makin kuat mengikat, menunjukkan mimpi indah yang biasa mereka
sebut pernikahan. Lima bulan mungkin waktu yang terlalu singkat untuk itu, mari
kita wujudkan waktu lainnya yang lebih panjang di dalam sebuah ikatan. Sampai jumpa
di tempat tinggal kita selanjutnya, Sayang.
Bunch of love,
Fau.